Instrumen Penelitian – Bagi seorang peneliti tentu sudah tak asing lagi dengan keberadaan instrumen penelitian.
Suatu bagian yang sangat integral dan termasuk dalam komponen penting dari metodologi penelitian untuk melaksanakan suatu kegiatan penelitian.
Karena, instrumen penelitian merupakan alat atau suatu cara yang bisa digunakan dalam mengumpulkan, memerikasa, dan menyelidiki suatu masalah yang sedang diteliti.
Salah satu ciri instrumen yang baik pasti memiliki validitas dan realibitas yang baik pula. Contohnya untuk memperoleh instrumen yang baik selain harus diuji cobakan, perlu juga validitas dan realibilitasnya dibuat sesuai dengan kaidah-kaidah penyusunan instrumen penelitian.
Nah, kali ini kita akan membahas lebih mendalam tentang instrumen penelitian. Mulai dari pengertian, jenis, kriteria, hingga penggunaan instrumen, dan contohnya.
Pengertian Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu cara atau alat bantu yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian dalam menemukan hasil atau kesimpulan dari penelitian yang sedang diteliti.
Berikut definisi instrumen penelitian menurut para ahli:
Sappaile (2007) menyebutkan bahwa Instrumen merupakan suatu alat yang memenuhi persyaratan akademis sehingga dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengukur suatu objek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu variabel. |
Sukarnyana dkk (2003:71) instrumen penelitian merupakan alat-alat yang digunakan untuk memperoleh atau mengumpulkan data dalam rangka memecahkan masalah penelitian atau mencapai tujuan penelitian. |
Instrumen pengumpul data menurut Suryabrata (2008:52) adalah alat yang digunakan untuk merekam-pada umumnya secara kuantitatif-keadaan dan aktivitas atribut-atribut psikologis. Atibut-atribut psikologis itu secara teknis biasanya digolongkan menjadi atribut kognitif dan atribut non kognitif. |
Perlu diingat bahwa instrumen itu dapat berbentuk tes dan juga dapat berbentuk nontes, namun untuk memperoleh sampel tingkah laku dari ranah kognitif biasanya yang digunakan berbentuk tes.
Jenis Instrumen Penelitian
Dalam sebuah penelitian instrumen dibedakan menjadi 2 kategori yakni bentuk tes dan non-tes. Instrumen tes sendiri terdiri dari tes psikologis dan tes non-psikologis.
Sedangkan instrumen non-tes terdiri dari kuesioner atau angket, wawancara atau inteview, observasi atau pengamatan, skala bertingkat, dan dokumentasi. Berikut ini penjelasan lengkap mengenai jenis instrumen penelitian:
1. Instrumen Tes
Kita semua tahu dalam ruang lingkup pendidikan Tes merupakan istilah yang sangat populer, karena sering digunakan untuk mengukur hasil belajar peserta didik.
Nah, instrumen tes (kemampuan) ini jika dilihat dari aspeknya terbagi menjadi dua bagian yakni tes psikologis dan tes non-psikologis.
Untuk saat ini kita cukup membahas tentang tes psikologi saja, yang mana tes psikologis ini bisa digunakan untuk mengukur aspek efektif dan kemampuan intelektual.
Tes psikologis yang dirancang untuk mengukur aspek afektif atau aspek non-intelektual dari tingkah laku umumnya dikenal dengan nama tes kepribadian (personality tests) yang sering digunakan untuk mengukur karaterstik seseorang seperti pernyataan emosional, hubungan interpersonal, motivasi, minat, dan sikap. |
Tes psikologis yang digunakan untuk mengukur aspek kemampuan intelektual disebut dengan tes kemampuan (ability tests). Tes kemampuan dikategorikan menjadi dua, tes bakat (aptitude tests) dan tes kemahiran (proficiency tests). |
Berikut ini prosedur yang bisa anda tempuh untuk menyusun atau mengembangkan tes kemampuan pada sebuah penelitian:
A. Penetapan aspek yang diukur
Langkah pertama dalam penyusunan atau pengembangan tes adalah menetapkan aspek yang akan diukur. Nah, dalam pengembangan hasil tes belajar, terdapat dua aspek yang perlu kita perhatikan yakni:
- Materi pelajaran
- Aspek kepribadian/ ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
B. Pendeskripsian aspek yang diukur
Pendeskripsian aspek yang diukur merupakan penjabaran lebih lanjut dari aspek-aspek yang telah ditetapkan sebelumnya.
Nah, dalam proses menyusun tes, deskripsi variabel yang telah ditetapkan tersebut dituangkan dalam bentuk tabel spesifikasi atau lebih dikenal dengan kisi-kisi tes.
Biasanya kisi-kisi tes termuat materi pelajaran dan aspek kepribadian yang diukur, bentuk tes dan tipe soal yang digunakan, serta jumlah soal.
C. Pemilihan bentuk tes
Bentuk tes merupakan tipe soal yang ukur dari cara peserta tes dalam memberikan jawaban soal dan cara peneliti memberikan skor.
Jika peserta tes memiliki kebebasan yang luas dalam menjawab soal-soal tes, maka dikatakan bahwa tes itu adalah tes subjektif (free answer tests). |
Jika peserta tes tidak memiliki kebebasan dalam menjawab soal-soal tes, bahkan hanya tinggal memilih dari jawaban yang telah disediakan oleh peneliti, maka tes itu disebut tes objektif (restricted answer tests). |
Tes juga dapat dibedakan menjadi tes subjektif dan tes objektif jika dilihat dari cara peneliti dalam memberikan skor.
Suatu tes disebut tes subjektif berdasarkan cara peneliti memberikan skor apabila skor yang diberikan peneliti dipertimbangkan terlebih dahulu terhadap jawaban peserta tes, kemudian baru didapat perolehan skor dari tes tersebut. |
Suatu tes disebut tes objektif berdasarkan cara peneliti memberikan skor apabila peneliti memberikan skor secara langsung tanpa harus mempertimbangkan jawaban yang diberikan oleh peserta tes. |
D. Penyusunan butir soal
Biasanya untuk penyusunan butir soal ke dalam suatu tes didasarkan atas bentuk dan tipe soal yang akan dibuat, bukan disusun menurut urutan materi.
Jika dalam tes objektif menggunakan beberapa tipe soal seperti: pilihan benar, pilihan kombinasi, dan pilihan kompleks, maka butir-butir soal tes objektif harus disusun berdasarkan tipe soal tersebut. |
E. Pelaksanaan uji coba
Pelaksanaan uji coba intrumen berupa tes ini berguna untuk validitas butir soal, tingkat reliabilitas, kejelasan bahasa yang digunakan, ketepatan petunjuk, dan jumlah waktuk rill yang dibutuhkan untuk menyelesaikan butir sola berupa tes.
F. Analisis hasil uji coba
Selanjutnya, untuk mengetahui secara empirik validalitas butir soal dan tingkat reliabilitas tes kita perlu melakukan analisi hasil uji coba.
Ukuran yang digunakan untuk menilai validitas butir soal adalah indeks kesukaran soal (P) dan indeks daya beda soal (D). |
Sedangkan untuk mengetahui tingkat reliabilitas tes adalah dengan menggunakan koefisien reliabilitas yang biasanya dihitung menggunakan rumus KR-20 atau KR-21 untuk tes objektif dan koefisien Alpha untuk tes subjektif. |
G. Penyempurnaan dan penataan butir soal
Langkah selanjutnya penataan hasil analisis terhadap kualitas butir soal yangdijadikan dasar peneliti untuk memilih atau menyempurnakan butir soal yang akan digunakan dalam tes.
Nah, penyempurnaan butir soal ini diperlukan karena biasanya selalu ada soal yang tidak memenuhi syarat dilihat dari kriteria tingkat kesukaran dan daya beda soal.
Maka dari itu, jumlah soal yang ditulis untuk keperluan uji coba selalu harus lebih banyak dari jumlah yang diperlukan.
Untuk penataan soal sebaiknya memperhatikan bentuk tes dan tipe soal, serta mengindahkan tingkat kesukaran soal.
Soal yang tergolong mudah biasanya berada di bagian paling awal dari tes, sedangkan sebagian lagi ditempatkan di bagian paling akhir dan soal-soal yang tergolong sedang dan sukar ditempatkan di tengah-tengah.
Penataan ini didasarkan atas pertimbangan psikologis pengambil tes.
H. Pencetakan tes
Langkah terakhir dari instrumen tes adalah pencetakan tes agar penampilan tes menjadi lebih rapi dan jelas sehingga menarik untuk dikerjakan.
Dalam pencetakan tes ini kita perlu memperhatikan format, jenis, dan model huruf yang akan digunakan dalam tes.
Format tes berkaitan dengan tata letak (layout) dan soal-soal di dalam tes, sedangkan jenis dan model huruf memiliki hubungan yang erat dengan besar dan kejelasan huruf yang digunakan. |
2. Instrumen Inventori
Inventori adalah jenis instrumen penelitian yang bisa digunakan untuk mengukur karakteristik psikologis dari individu. Instrumen inventori ini berbeda dengan instrumen tes (kemampuan).
Dimana dalam instrumen tes (kemampuan) umumnya menuntut jawaban yang dilandasi oleh suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta tes.
Nah, instrumen inventori ini justru peserta dituntut untuk memberikan jawaban sewajarnya seperti kondisi suasana yang dirasakan dan dialami, atau bisa juga sesuatu yang diharapkan.
Sehingga dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan inventori ini peserta tidak perlu belajar terlebih dahulu. Berikut langkah-langkah dalam menyusun jenis instrumen penelitian inventori:
A. Penetapan konstruk yang diukur
Umumnya penetapan konstruk pada inventori menunjukkan hal-hal yang tidak dapat diamati secara langsung seperti minat, persepsi, motivasi, sikap, dan lain sebagainya.
Misalnya variabel yang akan di dalami/diteliti adalah “sikap nasionalisme siswa di SMA” dari variabel ini bisa diidentifikasi bahwa konstruk yang akan diukur adalah ‘sikap’.
B. Perumusan definisi operasional
Perumusan definisi operasional variabel penelitian yang berupa konstruk lebih bervariasi dan kompleks ketimbang pada proses perumusan definisi operasional dalam menyusun tes, karena ada banyak cara yang dapat ditempuh untuk menyusunnya. Cara-cara tersebut adalah: 1. Yang menekankan pada kegiatan apa yang dilakukan agar konstruk yang didefinisikan itu terjadi. 2. Yang memberi aksentuasi kepada bagaimana kegiatan itu dilakukan. 3. Yang menitik beratkan pada sifat-sifat stasis dari konstruk yang didefinisikan. (Suryabrata, 84 dalam Sukarnyana dkk, 2003:80). |
Definisi operasional didasarkan atas sifat-sifat yang dapat diamati. Karenal hal-hal yang dapat diamati itu membukan kemungkinan bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama/serupa.
Sehingga apa yang dilaksanakan peneliti menjadi terbuka untuk diuji kembali oleh orang lain (replikabilitas).
C. Pendeskripsian Konstruk
Tujuan dari pendeskripsian kostruk ini untuk menunjukkan secara rinci mengenai variabel atau konstruk yang akan diukur. Nah, untuk mempermudah penyusunan pertanyaan dalam inventori, biasanya peneliti memberikan deskripsi variabel atau konstruk tersebut ke dalam bentuk matrik.
Berikut ini contoh dari gambaran deskripsi konstruk (variabel), yang mendeskripsikan variabel sikap nasionalisme siswa SMA:
D. Penulisan butir penyataan
Salah satu langkah kritis dalam inventori inventori adalah menyusun butir-butir penyataan. Karena dari pernyataan ini menghasilkan data yang diperlukan bagi peneliti.
Umumnya kualitas pernyataan yang dihasilkatidak hanya ditentukan dari penguasaan pengetahuan yang bersifat teoritis. Akan tetapi harus didukung juga dengan latihan yang terarah, kreativitas, pengalaman yang cukup, dan kesungguhan.
E. Pelaksanaan uji coba
Sama seperti instrumen tes, kegiatan uji coba dalam proses penyusunan inventori ini dimaksudkan untuk mengetahui validitas, tingkat reliabilitas inventori, ketepatan petunjuk, kejelasan bahasa, dan jumlah waktu riil yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengerjaan butir soal atau inventori tersebut.
Lalu, untuk teknik yang digunakan untuk menguji validitas butir pernyataan dan meng-estimasi tingkat reliabilitas instrumen inventori yang berbeda dengan instrumen tes, karena pemberian skor pada inventori bersifat gradasi.
Untuk subjek uji coba inventori harus memiliki karakteristik yang sama atau identik dengan subjek penelitian.
Jumlah subjek yang diperlukan untuk keperluan uji coba menggunakan rumus umum yang menyatakan bahwa semakin banyak subjek maka akan semakin baik dan seminimal-minimalnya adalah tidak kurang dari 30 subjek. |
F. Analisis hasil uji coba
Dalam meng-analisis hasil uji coba jawaban responden tidak bisa dinilai dari benar atau salahnya, karena jawaban instrumen inventori ini bergradasi.
Maka dari itu validitas butir pernyataan hanya didasarkan atas indeks daya beda soal. Sedangkan perhitungan indeks daya beda soal ini bisa menggunakan teknik analisis korelasi atau uji beda nilai rata-rata.
Untuk estimasi tingkat reliabilitas instrumen bisa dilakukan dengan menggunakan rumus koefisien Alpha dari Cronbach.
G. Penyempurnaan dan penataan butir soal
Untuk menyempurnakan penyusunan kita bisa menambahkan kata pengan yang umumnya berisi penjelasan tentang maksud dan tujuan dilakukannya penelitian.
Sebab dengan adalany kata pengantan bisa menghilangkan ketidakpastian, kekhawatiran, dan kecuriagaan dalam diri responden. Sehingga mereka akan bersedia memberikan jawaban sebagaimana yang diharapkan.
Selain itu juga kita perlu mencantumkan rekomendasi dari instansi yang berwenang dan juga jaminan akan kerahasian informasi pribadi sebagai pelangkap kata pengantar.
H. Pencetakan Inventori
Untuk pencetakan inventori ini sama seperti pencetakan instrumen tes yakni memperhatikan jenis, format layout, dan model huruf yang akan digunakan.
3. Angket atau Kuesioner
Angket atau kuesioner adalah pertanyaan-pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi berupa laporan pribadi ataupun hal-hal diketahui oleh responden.
Kuesioner umumnya digunakan dalam penelitian sosial dan penelitian pendidikan yang menggunakan rancangan survey.
Keuntungan dari kuesioner atau angket:
- Kuesioner dapat disusun secara teliti dalam situasi yang tenang sehingga pertanyaan-pertanyaan didalamnya bisa mengikuti sistematik dari masalah yang diteliti.
- Penggunaan kuesioner memungkinkan peneliti menjaring data dari banyak responden dalam periode waktu yang relatif singkat.
Untuk penyusunan instrumen kuesioner atau angket ini hampir sama dengan penyusunan inventori. Hanya saja ada perbedaan tujuan pada langkah penyusunan kelima, yaitu pelaksanaan uji coba dalam kuesioner.
Pelaksanaan uji coba kuesioner ini bukan untuk menguji validitas pertanyaan secara statistik, melainkan hanya untuk mengetahui kejelasan petunjuk pengerjaan, bahasa yang digunakan, dan jumlah waktu ril yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan saja.
4. Wawancara atau Interview
Wawancara atau interview adalah percakapan yang dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu peneliti sebagai pewawancara dan subjek penelitian sebagai narasumber atau informan (Ulfatin, 214:289).
Interview atau wawancara ini bisa dilakukan perorangan (the person-to-person) dan juga kelompok (group interview).
Umumnya wawancara ini digunakan untuk menilai keadaan seseorang, seperti mencari data tentang variabel latar belakang murid, orang tua, pendidikan, perhatian, dan sikap terhadap sesuatu.
Wawancara sendiri juga terbagi menjadi dua bagian yakni wawancara terstruktur dan juga tidak terstruktur.
5. Observasi atau Pengamatan
Observasi adalah kegiatan yang mengadakan pengamatan secara langsung. Observasi dalam instrumen penelitian bisa menggunakan tes, ragam gambar, kuesioner, dan rekaman suara.
Umumnya pedoman observasi ini berisi jenis kegiatan yang akan diamati dan mungkin timbul. Obervasi atau pengamatan ini sangat diperlukan jika peneliti menerapkan pengamatan terfokus dalam proses pengumpulan data.
Maksud dari pengamatan terfokus adalah memusatkan perhatiannya hanya pada beberapa aspek perilaku atau fenomena yang menjadi objek penelitian. |
Lalu, untuk pedoman dalam penyusunan observasi bisa melakukan tahapan berikut:
- Penetapan objek yang akan diamati
- Merumuskan definisi operasional mengenai objek
- Membuat deskripsi tentang objek
- Membuat dan menyusun pertanyaan singkat tentang indikator dari objek yang diamati
- Melakukan uji coba
- Menyempurnakan dan menata pertanyaan kedalam satu kesatuan yang utuh dan sistematis.
Perlu diingat tujuan dari uji coba dalam observasi ini adalah untuk mengetahui kejelasan dari rumusan masalah pertanyaan yang titunjukkan dengan adanya kesamaan penafsiran oleh pengamat terhadap objek yang sama.
6. Dokumentasi dan Data Sekunder
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti barang-barang tertulis.
Nah, dalam melakukan metode dokumentasi peneliti perlu menyelidiki hal-hal berupa catatan, buku, transkip, notulen rapat, video, jurnal, prasasti, dan lainsebagainya.
Menurut Johnson dan Christensen (2004) penggolongan dokumen dan data sekunder berbagi menjadi 4 hal yakni:
- Dokumen resmi adalah catatan atau bahan yang disusun dan dibuat secara formal, baik untuk kepentingan dan keperluan internal maupun external kelembagaan.
- Dokumen pribadi adalah bahan atau catatan yang ditulis atai dibuat oleh seseorang yang menggambarkan sesuatu seperti peristiwa, pengalaman, dan perasaan individu atau pribadi. Contoh dokumen pribadi yakni surat pribadi, buku harian, foto/video pribadi, riwayat hidup, dan sebagainya.
- Data fisik adalah tempat dan benda berupa fisik yang diperuntukkan sebagai alat dalam menelusuri berbagai aktivitas. Contohnya perpustakaan, papan pengumuman, museum, dan lainnya.
- Data penyelidikan merupakan data yang disimpan dari hasil penelitian yang dapat digunakan untuk penelitian berikutnya. Umumnya data hasil penelitian ini disimpan dalam bentuk printout seperti flashdisk, CD-ROM, dan lainnya.
7. Skala Bertingkat
Skala bertingkat atau rating merupakan suatu ukuran subyetif yang dibuat secara berkala. Ciri dari skala bertingkat ini menghasilkan data yang kasar, akan tetapi cukup untuk memberikan informasi tertentu tentang orang ataupun program.
Instrumen penelitian ini mampu memberikan gambaran penampilan, terutama penampilan ketika orang menjalankan tugas, dengan menunjukkan frekuensi munculnya sifat-sifat.
Nah, untuk menyusun skala bertingkat ini kita perlu hati-hati dalam menenentukan variabel skalanya, seperti apa yang ditanyakan harus apa yang diamati oleh responden.
Baca Juga: Metode Pengumpulan Data
Instrumen Penelitian Kualitatif
Menurut Moleong (2005:6) Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. |
Menurut (Ulfatin, 2014:188) penelitian kualitatif untuk pengumpulan datanya menggunakan instrumen:
- Wawancara
- Observasi atau pengamatan
- Dokumen
Berikut ini penggunaan instrumen penelitian kualitatif dengan langkah penyusunannya:
1. Instrumen Wawancara
Instrumen wawancara sangat relefan sekali dengan penelitian kualitatif karena bisa mengungkap informasi lintas waktu yang berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang.
Selain itu data yang dihasilkan dari wawancara juga bersifat menyelkuruh, terbuka, dan tidak terbatas. Sehingga peneliti bisa membentuk informasi yang utuh dan menyeluruh dalam menjelaskan penelitian kualitatif.
2. Instrumen Observasi atau Pengamatan
Observasi dalam penelitian kualitatif digunakan untuk mengamati dan melihat objek penelitian secara langsung, sehingga peneliti mampu menghimpun dan mencatat data yang diperlukan untuk penelitian.
Selain itu dengan kombinasi intrumen observasi dan wawancara bisa menjadi pelengkap bagi penelitian kualitatif.
Perlu diingat, sebelum melakukan observasi peneliti harus memahami terlebih dahulu tentang variasi pengamatan dan juga peran-peran yang akan dilakukan.
3. Instrumen Dokumen
Instrumen dokumen dalam penelitian kualitatif mengambil peranan sebagai penyempurna dari wawancara dan observasi yang telah dilakukan.
Bentuk instrumen dokumentasi terdiri atas dua macam yaitu pedoman dokumentasi yang memuat garis-garis besar atau kategori yang akan dicari datanya, dan check-list yang memuat daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya.
Dokumen dalam penelitian kualitatif bisa berupa gambar, tulisan, dan juga karya monumental dari objek yang diteliti.
Baca Juga: Teknik Analisis Data Kualitatif
Instrumen Penelitian Kuantitatif
Menurut Kasiram Penelitian Kuantitatif adalah metode penelitian yang mengunakan proses data-data yang berupa angka sebagai alat menganalisis dan melakukan kajian penelitian, terutama mengenai apa yang sudah diteliti. |
Menurut (Yusuf, 2013) biasanya penelitian kuantitatif dalam pengambilan datanya menggunakan instrumen:
- Instrumen tes dan inventori
- Instrumen angket atau kuesioner
1. Instrumen Tes dan Inventori
Alasan kenapa instrumen tes dan inventori relavan untuk dipakai dalam pengambilan data penelitian kuantitatif, karena instrumen tes mampu mengukur kemampuan seseorang dalam bidang tertentu.
Contohnya seperti bakat musik, kemampuan bahasa, dan lain sebagainya. Sedangkan instrumen inventori berguna dalam mengetahui karakteristik (psikologis) tertentu dari setiap individu.
Umumnya data yang terkumpul dari kedua instrumen ini berupa angka-angka yang nantinya bisa diujikan dengan statistik untuk menentukan tujuan dari penelitian.
2. Instrumen Angket atau Kuesioner
Instrumen angket atau kuesioner ini berfungsi dalam menjaring data yang sifatnya faktual dan informatif. Contohnya tentang tingkat pendidikan, penilaian terhadap kepribadian, umur dan lain sebagainya.
Umumnya data dari instrumen angket atau kuesioner ini berupa angka-angka yang nantinya akan diolah dengan bantuan software statistik untuk mengetahui hasil akhir dari data tersebut.
Penyusunan Instrumen Penelitian
Menurut (Margono, 1997) langkah-langkah penyusunan instrumen penelitian bisa dilakukan dengan cara berikut ini:
A. Analisis variabel penelitian yaitu mengkaji variabel menjadi sub-penelitian sejelas-jelasnya, sehingga indikator tersebut bisa diukur dan menghasilkan data yang diinginkan peneliti. |
B. Menetapkan jenis instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel atau subvariabel dan indikator-indikatornya. |
C. Peneliti menyusun kisi-kisi atau layout instrumen. Kisi-kisi ini berisi lingkup materi pertanyaan, abilitas yang diukur, jenis pertanyaan, banyak pertanyaan, waktu yang dibutuhkan. Abilitas adalah kemampuan yang diharapkan dari subjek yang diteliti, misalnya kalau diukur prestasi belajar, maka abilitas prestasi tersebut dilihat dari kemampuan subjek dalam hal pengenalan, pemahaman, aplikasi analisis, sintesis, dan evaluasi |
D. Peneliti menyusun item atau pertanyaan sesuai dengan jenis instrumen dan jumlah yang telah ditetapkn dalam kisi-kisi. Jumlah pertanyaan bisa dibuat dari yang telah ditetapkan sebagai item cadangan. Setiap item yang dibuat peneliti harus sudah punya gambaran jawaban yang diharapkan. Artinya, prakiraan jawaban yang betul atau diinginkan harus dibuat peneliti. |
E. Instrumen yang sudah dibuat sebaiknya diuji coba untuk me-revisi instrumen, misalnya membuang instrumen yang tidak perlu, menggantinya dengan item yang baru, atau perbaikan isi dan redaksi/bahasanya. Lalu, Bagaimana uji coba validitas dan reliabilitas akan dibahas lebih lanjut. |
Dari data diatas kita bisa menyimpulkan, bahwa prosedur yang ditempuh untuk pengadaan instrumen yang baik adalah:
- Perencanaan yang meliputi perumusan tujuan, menentukan variabel, kategorisasi variabel. Untuk tes, langkah ini meliputi perumusan tujuan dan pembuatan tabel spesifikasi.
- Penulisan butir soal, atau item kuesioner, penyusunan skala, penyusunan pedoman wawancara.
- Penyuntingan, yaitu melengkapi instrumen dengan pedoman mengerjakan, surat pengantar, kunci jawaban, dan lain-lain.
- Uji coba, baik dalam skala kecil maupun besar.
- Penganalisaan hasil, analisis item, melihat pola jawaban peninjauan saran-saran, dan sebagainya.
- Mengadakan revisi terhadap item-item yang dirasa kurang baik, dengan mendasarkan diri pada data yang diperoleh sewaktu uji-coba.
Kriteria Instrumen Penelitian yang Baik
Kriteria pokok yang harus dipenuhi oleh suatu instrumen penelitian agar dapat dinyatakan memiliki kualitas yang baik yaitu validitas, reliabilitas, dan praktikabilitas (Groun & Linn, dalam Ibnu, Suhadi, dkk 2003:73). |
Ada 3 persyaratan instrumen penelitian:
- Syarat Instrumen yag baik adalah harus valid dan reliabel
- Instrumen dikatakan valid jika alat instrumen tersebut dapat mengukur apa yg seharusnya diukur. Jika peneliti ingin mengukur motivasi anak, maka instrumen yg digunakan adl tes motivasi.
- Suatu instrumen dikatakan reliabel jika instrumen tersebut konsisten dalam memberikan penilaian atas apa yg diukur.
Berikut ini ringkasan jenis pengujian instrumen penelitian:
1. Validitas Instrumen Penelitian
Menurut Sukadji (2000): Validitas adalah derajat yang menyatakan suatu tes mengukur apa yang seharusnya diukur. |
Menurut Arikunto (1995): Validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen bersangkutan yang mampu mengukur apa yang akan diukur. |
Menurut Azwar (1986):Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsinya. |
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen.
Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.
Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.
Menurut Sugiono (2010) terdapat tiga jenis pengujian validitas instrumen yaitu:
- Validitas Konstruk
- Validitas Isi
- Validitas Eksternal.
A. Pengujian validitas konstruk
Menurut Djaali dan Pudji (2008) validitas konstruk adalah validitas yang mempermasalahkan seberapa jauh item-item tes mampu mengukur apa-apa yang benar-benar hendak diukur sesuai dengan konsep khusus atau definisi konseptual yang telah ditetapkan.
Validitas konstruk biasa digunakan untuk instrumen-instrumen yang dimaksudkan mengukur variabel-variabel konsep, baik yang sifatnya performansi tipikal seperti instrumen untuk mengukur sikap, minat, konsep diri, lokus control, gaya kepemimpinan, motivasi berprestasi, dan lain-lain.
Bisa juga untuk mengukur bakat (tes bakat), intelegensi (kecerdasan intelekual), kecerdasan emosional dan lain-lain.
Untuk menentukan validitas konstruk suatu instrumen harus dilakukan proses penelaahan teoritis dari suatu konsep dari variabel yang hendak diukur, mulai dari perumusan konstruk, penentuan dimensi dan indikator, sampai kepada penjabaran dan penulisan butir-butir item instrumen.
Perumusan konstruk harus dilakukan berdasarkan sintesis dari teori-teori mengenai konsep variabel yang hendak diukur melalui proses analisis dan komparasi yang logik dan cermat.
B. Pengujian validitas isi
Menurut Gregory (2000) validitas isi menunjukkan sejauhmana pertanyaan, tugas atau butir dalam suatu tes atau instrumen mampu mewakili secara keseluruhan dan proporsional perilaku sampel yang dikenai tes tersebut.
Artinya tes mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang diujikan atau yang seharusnya dikuasai secara proporsional.
Umumnya validitas isi suatu tes mempermasalahkan seberapa jauh suatu tes dalam mengukur tingkat penguasaan terhadap isi suatu materi tertentu yang seharusnya dikuasai sesuai dengan tujuan pengajaran.
Dengan kata lain, tes yang mempunyai validitas isi yang baik ialah tes yang benar-benar mengukur penguasaan materi yang seharusnya dikuasai sesuai dengan konten pengajaran yang tercantum dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Seperti kisi-kisi.
C. Pengujian validitas eksternal
Validitas eksternal instrumen diuji dengan cara membandingkan (untuk mencari kesamaan) antara kriteria yang ada pada instrumen dengan fakta-fakta empiris yang terjadi di lapangan.
Misalnya instrumen untuk mengukur kinerja sekelompok pegawai. Maka kriteria kinerja pada instrumen tersebut dibandingkan dengan catatan-catatan di lapangan (empiris) tentang kinerja yang baik.
Bila telah terdapat kesamaan antara kriteria dalam instrumen dengan fakta di lapangan, maka dapat dinyatakan instrumen tersebut mempunyai Validitas eksternal yang tinggi.
Baca Juga: Kerangka Berpikir
2. Reliabilitas Instrumen Penelitian
Menurut Masri Singarimbun, realibilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan.
Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relative konsisten, maka alat pengukur tersebut reliable.
Dengan kata lain, realibitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam pengukur gejala yang sama.
Misalnya, seseorang dikatakan dapat di percaya apabila orang tersebut berbicara konsistensi, tidak berubah-ubah pembicaraannya dari waktu ke waktu.
Pengujian reliabilitas instrumen menurut Sugiyono (2010:354) dapat dilakukan
secara eksternal dan internal.
Secara eksternal, pengujian dilakukan dengan test–retest (stability), equivalent, dan gabungan keduanya. Sedangkan secara internal pengujian dilakukan dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen dengan teknik-teknik tertentu.
A. Reliabilitas dengan tes-retest
Reliabilitas tes-retest merupakan suatu derajat yang menunjukkan konsistensi hasil sebuah tes dari waktu kewaktu.
Umumnya tes-retest menunjukkan variasi skor yang diperoleh dari penyelenggaraan satu tes evaluasi yang dilakukan dua kali atau lebih, sebagai akibat dari kesalahan pengukuran.
Dengan kata lain, kita tertarik dalam mencari kejelasan bahwa skor siswa mencapai suatu tes pada waku tertentu adalah sam ahasilnya, ketika siswa tersebut dites lagi dengan tes yang sama.
Dengan melakukan tes-retest tersebut, seorang guru akan mengetahui seberapa jauh konsistensi suatu tes mengukur apa yang ingin diukur.
Reliabilitas tes-retest ini penting, khususnya ketika digunakan untuk menentukan prediktor misalnya tes kemampuan.
Tes kemampuan tidak akan bermanfaat, jika ternyata menunjukkan hasil yang selalu berubah-ubah secara signifikan saat diberikan kepada responden.
Penentuan pemakaian reliabilitas tes-retest, juga tepat ketika bentuk tes alternatif lainnya tidak ada, dan ketika tampak bahwa orang yang mengambil tes kedua kalinya tidak ingat atas jawabannya.
Jika item-item yang ada banyak mengandung sejarah, dibandingkan bentuk jawaban item ilmu pengetahuan aljabar misalnya.
Reliabilitas tes-retas dapat dilakukan dengan cara seperti berikut ini:
- Selenggarakan tes pada suatu kelompok yang tepat sesuai dengan rencana.
- Setelah selang waktu tertentu, misalnya 1 minggu atau 2 minggu, lakukan kembali tes yang sama denga kelompok yang sama tersebut.
- Kolerasikan hasil kedua tes tersebut Jika hasil koefisien kolerasi menunjukkan tinggi, berarti reliabilitas tes adalah bagus. Sebaliknya, jika kolerasi rendah, berarti tes tersebut mempunyai konsistensi rendah.
B. Reliabilitas bentuk ekivalensi
Sesuai dengan namanya yaitu ekivalen, maka tes evaluasi yang hendak diukur reliabilitasnya dibuat identik dengan tes acuan.
Jadi ekuivalen adalah pertanyaan yang secara bahasa berbeda, tetapi maksudnya sama, misalnya, “berapa tahun pengalaman Anda bekerja di lembaga ini?”. Pertanyaan tersebut ekuivalen dengan “tahun berapa Anda mulai bekerja di lembaga ini?”.
Berikut ini proses melakukan tes reabilitas secara ekivalen:
- Tentukan subjek sasaran yang hendak dites.
- Lakukan tes yang dimaksud kepada subjek sasaran tersebut.
- Administrasi hasilnya secara baik.
- Dalam waktu yang tidak terlalu lama, lakukan pengetesan yang kedua kelinya dalam kelompok tersebut.
- Kolerasikan kedua hasil set skor.
C. Reliabilitas bentuk gabungan
Pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan cara mencobakan dua instrument yang ekuivalen itu beberapa kali, ke responden yang sama.
Reliabilitas instrument dilakukan dengan mengkorelasikan dua instrument, setelah itu dikorelasikan pada pengujian kedua dan selanjutnya dikorelasikan silang.
Jika dengan dua kali pengujian dalam waktu yang berbeda maka akan dapat dianalisis keenam koefesien reliabilitas. Bila keenam koefesien korelasi itu semuanya positif dan signifikan maka dapat dinyatakan bahwa instrument tersebut reliable.
3. Praktikabilitas Instrumen Penelitian
Syarat ketiga yang harus dipenuhi oleh instrumen untuk dapat dikatakan baik ialah kepraktisan dan keterpakaian (usability). Instrumen yang baik pertama-tama harus ekonomis baik ditinjau dari sudut uang maupun waktu.
Kedua, ia harus mudah dilaksanakan dan diberi skor dan yang terakhir instrumen harus mampu menyediakan hasil yang dapat diinterpretasikan secara akurat serta dapat digunakan oleh pihak-pihak yang memerlukan.